Manfaat zat besi untuk Bayi
1. TANYA: Sebetulnya apakah manfaat zat besi bagi tubuh?
JAWAB:
Fungsi utama zat besi pada bayi dan anak antara lain: berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan system syaraf anak, terutama dalam periode
emas 0-2 tahun; membantu perkembangan kognitif dan konsentrasi anak pada
saat sekolah dan bermain; berperan dalam peningkatan berat badan dan
tinggi badan (sebagai salah satu elemen penting dalam pertumbuhan);
meningkatkan nafsu makan; serta membantu meningkatkan kekebalan tubuh.
2. TANYA: Apakah semua bayi rentan mengalami Anemia Defisiensi Besi (ADB)?
JAWAB:
Ada beberapa kategori bayi yang rentan anemia, misalnya bayi yang lahir
dari ibu yang juga anemia saat hamil, bayi yang lahir prematur, atau
bayi yg lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi yang lahir
prematur biasanya cenderung anemia karena dia belum sempat menumpuk zat
besi saat dalam kandungan yang cukup utk stoknya di bulan-bulan pertama
kehidupannya. Sementara ibu yang mengalami anemia saat kehamilan,
biasanya berpeluang melahirkan bayi dengam berat badan di bawah normal
dan bayinya juga memiliki cadangan zat besi yang lebih rendah. Ibu yang
mengalami diabetes juga akan melahirkan bayi yang memiliki cadangan zat
besi yang lebih rendah dalam tubuhnya.
3. TANYA: Apakah benar bayi ASIX rentan mengalami kekurangan zat besi?
JAWAB:
banyak pendapat menyatakan bahwa bayi ASIX, meskipun lahir dengan berat
badan normal dan lahir full term, memang lebih rentan kekurangan zat
besi dari bayi yang diberi susu formula karena susu formula rata-rata
memang sudah diberi tambahan zat besi. Namun pada dasarnya, selama bayi
tersebut lahir normal (full term), dan bukan lahir dari ibu yang anemia
atau diabetes, bayi ASIX memiliki cadangan zat besi yang cukup yang
dibawa dari dalam kandungan. ASI memang mengandung zat besi yang lebih
kecil dari susu formula. Kadar zat besi pada ASI relatif sama pada
setiap ibu karena tidak banyak dipengaruhi oleh kadar zat besi pada
tubuh ibu, tapi oleh kadar transferrin (protein yang mengikat besi pada
kelenjar susu). Namun demikian, kadar zat besi dalam ASI ini sangat
mudah diserap oleh tubuh bayi. Pada saat memasuki usia 2-4 bulan, saat
pertumbuhan bayi semakin pesat, kebutuhan zat besi meningkat. Pada masa
inilah cadangan zat besi dari dalam kandungan mulai digunakan. Ketika
bayi berusia 4 bulan ke atas, cadangan zat besi mulai menurun, sementara
kadar zat besi dari ASI tidak bertambah. Akibatnya kadar zat besi dari
ASI dan cadangan zat besi dari dalam kandungan tidak lagi mencukupi di
usia bayi yang memasuki 6 bulan. Itu sebabnya pemberian makanan kaya zat
besi sejak usia 6 bulan sangat diperlukan untuk menutupi defisit zat
besi yang berlangsung sangat pesat di usia 6 bulan.
4. TANYA: Apa saja resiko yang dimunculkan dari kekurangan zat besi?
JAWAB:
- anak terkena gangguan mental,
-
terganggu pertumbuhan serta perkembangan otak, myelinisasi sel saraf,
pembentukan neurostransmiter bahkan fungsi otak untuk mengingat,
sehingga anak menjadi bodoh dan juga mengalami gangguan perilaku,
-
anak mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi tubuhnya (kalau ada
keterlambatan kemampuan berjalan, ciba evaluasi kecukupan zat besinya
juga)
- terganggu interaksi sosialnya
- rentan sakit infeksi akibat gangguan kerja sistem kekebalan tubuh,
- kehilangan nafsu makan karena terjadi atrofi papilla lidah/taste bud juga susah makan karena susah menelan makanan,
- gangguan jantung: bising sistolik, nafas pendek, mudah lelah.
5. TANYA: Mengapa ada program pemberian suplemen zat besi pada bayi dan balita di Indonesia?
JAWAB:
program ini sebetulnya didasarkan pada anjuran WHO, bahwa negara-negara
dengan angka prevalensi Anemia Defisiensi Besi (ADB) yang tinggi, yaitu
mencapai 40% sangat dianjurkan untuk menetapkan program nasional
pemberian suplementasi zat besi sesuai usia. Angka prevalensi ADB di
Indonesia berkisar antara 40-45%.
6. TANYA: Bagaimana rekomendasi pemberian suplementasi zat besi sesuai anjuran IDAI?
JAWAB:
Suplementasi zat besi direkomendasikan diberikan kepada semua anak,
dengan prioritas balita usia 0-5 tahun, terutama untuk mereka yang ada
di golongan usia 0-2 tahun. Untuk bayi yang lahir cukup bulan, dosisnya
adalah 2 mg/kg BB/hari, diberikan sejak usia 4 bulan hingga 2 tahun.
Untuk bayi yang lahir prematur atau bayi dengan BBLR (kurang dari 2500
gram), dosisnya adalah 3 mg/kg BB/hari, diberikan sejak usia 1 bulan
hingga 2 tahun. Untuk balita usia 2-5 tahun, angka yang disarankan
adalah 1 mg/kg BB/hari diberikan selama dua kali per minggu selama 3
bulan berturut-turut setiap tahunnya. Meskipun suplemen zat besi dapat
dibeli bebas di apotek, namun pemberiannya harus dengan konsultasi
dokter anak terlebih dahulu.
7. TANYA: Sejak usia berapa anak dapat menjalani skrining ADB?
JAWAB:
Bila ingin mengetahui apakah bayi kurang zat besi atau tidak, sebaiknya
melakukan pemeriksaan Hemoglobin dan kadar zat besi (MCV atau
Ferritin). Lakukan pemeriksaan dengan konsultasi dokter terlebih dahulu.
Menurut standar American Academy of Pediatrics (AAP) dan Centers for
Disease and Control Prevention (DCD) milik pemerintah Amerika Serikat,
skrining atau pemeriksaan ADB dapat dilakukan setidaknya satu kali dalam
periode usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 15-18
bulan atau bisa diadakan skrining tambahan setiap 1 tahun sekali pada
usia 2-5 tahun. Pemeriksaan ini biasanya difokuskan untuk mereka yang
memiliki resiko ADB seperti anak yang lahir prematur, anak yang lahir
dengan BBLR, anak dengan riwayat pendarahan, anak dengan riwayat infeksi
kronis, anak yang kurang asupan protein kaya zat besi, anak dengan
masalah kenaikan berat badan dalam jangka waktu yang panjang, atau
mereka dengan faktor lain yang bisa memperbesar kemungkinan terkena ADB.
8. TANYA: Apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kecukupan zat besi pada bayi yang sudah MPASI?
JAWAB:
karena angka prevalensi ADB sangat tinggi di Indonesia, maka dari itu
pemerintah mengacu pada pedoman MPASI WHO untuk membantu menyelamatkan
banyak bayi dan balita dari ADB. Dengan metode MPASI WHO, maka berbagai
jenis makanan, termasuk yang kaya zat besi sudah bsia diperkenalkan
pada bayi sejak usia 6 bulan. Ada beberapa hal yang dapat diperhatikan
dalam memberikan asupan pada bayi dan anak untuk menjamin kebutuhan zat
besinya.
Pertama, konsumsi makanan kaya zat besi, terutama yang bersumber dari
protein hewani. Sumber zat besi dari protein hewani seperti daging,
ikan, dan telur 10 kali lipat lebih mudah diserap oleh tubuh. Makanan
dengan zat besi tinggi setidaknya dikonsumsi 4 kali dalam satu
minggu. Zat besi di dalam bahan pangan hewani berada dalam bentuk heme
iron. Bentuk heme ini jumlahnya lebih sedikit daripada bentuk non-heme,
namun sudah lebih siap dipakai sehingga lebih efisien dicerna dan
diserap oleh bayi daripada zat besi bentuk non-heme. Bahan pangan
vegetarian (buah dan sayur) memiliki sumber zat besi dalam bentuk
non-heme iron. Non-heme iron ini butuh penolong tambahan (enhancer)
supaya bisa diserap oleh usus bayi, yaitu asam askorbat dan kemungkinan
juga karoten. Asam askorbat juga karoten ini adalah zat yg larut air shg
rentan hilang dalam pemprosesan bahan makanan. Sayangnya, non-heme iron
ini akan dihambat oleh phytic acid (6-fosfoinositol) dan polifenol yg
juga banyak terdapat di sayuran. Sebagai contoh kacang polong. Dalam
keluarga kacang polong, kandungan zat besinya tinggi namun
penghambat-penyerapan zat besinya juga tinggi. Jadi meskipun sebagian
besar zat besi lebih banyak ada di sayuran, namun faktanya zat besi
dalam sayuran lebih sedikit yg bisa diserap sehingga kita butuh asupan
bahan pangan hewani. Persentase penyerapan: sebanyak 15 - 40% heme iron
akan diserap, sementara itu hanya 1 - 15% dari non-heme iron yang akan
diserap. Penyerapan zat besi dari makanan sebenarnya bergantung pada
kadar simpanan zat besi dalam tubuh. Makin sedikit simpanan zat besi
dalam tubuh memang ada kecenderungan makin besar zat besi terserap,
namun selama tidak ada zat penghambat penyerapan yang ikut termakan oleh
bayi.
Kedua, menunda pemberian susu sapi hingga usia 1 tahun. Ketika sudah
mulai dikenalkan susu sapi, hindari konsumsi susu sapi berlebihan.
Ketiga,
zat besi dari sumber nabati juga bisa membantu mensupply zat besi dalam
makanan, tetapi karena lebih sulit diserap tubuh maka harus dibantu
dengan asupan bahan makanan lain yang kaya vitamin C. Sumber zat besi
dari nabati misalnya: sayuran hijau tua, gandum, kacang-kacangan dan
sebagainya.
Keempat, hindari konsumsi berlebih dari
makanan yang mengandung zat-zat penghambat proses penyerapan zat besi
oleh tubuh, seperti teh, kopi, coklat atau makanan yang kadar seratnya
terlalu tinggi.
Sumber: AIMI
Sumber: AIMI
0 Response to "Manfaat zat besi untuk Bayi"
Post a Comment