Alasan Wanita sering jadi Korban Kekerasan
Tak sedikit wanita yang mengalami kekerasan fisik, mental, ataupun seksual dari pasangannya. Tidak hanya yang sudah menikah, masih ada kasus kekerasan ketika pacaran, namun jarang terungkap ke publik. Sebenarnya, faktor apa yang membuat wanita rentan terhadap kekerasan?
"Itu sebenarnya karena pola pendidikan kita tentang relasi perempuan dan laki-laki tidak setara, masih ada persimpangan. Budaya patriarki masih menguat," urai Sri Nurherwati, selaku Ketua Sub Komisi Pemulihan Komnas Perempuan kepada wolipop di kantornya, Jalan Latuharhary 4B, Jakarta Pusat, Selasa (29/1/2013).
Budaya patriarki merupakan istilah dimana pria lebih berkuasa daripada wanita. Selain budaya yang terjadi dalam masyarakat, kekerasan terjadi karena masih banyak wanita yang percaya kalau semua pria memiliki sifat perlindungan dan kasih sayang. Dan bila terjadi kekerasan dalam hubungan pacaran, wanita sering berharap kalau setelah menikah pasangannya akan berubah.
Padahal semakin seorang wanita pasrah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kekasihnya, semakin berkuasalah pasangannya itu. Maka jika saat pacaran sudah menjadi korban kekerasan dan tetap bertahan karena berbagai alasan, lama kelamaan perempuan menjadi tak berdaya.
"Situasi si korban menjadi rendah diri, ketakutan, rentan, tak berani bicara, posisi seperti inilah yang biasanya dengan mudah dimanfaatkan oleh pelaku yang tahu bahwa relasi dengan pasangannya ini relasi kuasa. Itu yg membuat kekerasan terus berlanjut," tandasnya.
Menurut Nurherwati, kekerasan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan atau ekonomi yang kurang tapi tidak adanya pengetahuan mengenai hubungan antara pria dan wanita serta minimnya pengenalan terhadap ciri kekerasan. Ini yang seharusnya dipelajari oleh anak perempuan sejak kecil.
"Hanya belajar dari pengalaman saja ya, belajar dari teman, lingkungan, bukan karena ekonomi kurang atau pendidikannya kurang. Tapi karena pendidikan sejak dini tidak dikenalkan kepada kekerasan pada perempuan dan relasi tak sehat," tambah Sarjana Hukum dari Universitas Padjajaran itu.
Ditambahkan Psikolog Roslina Verauli, M.Psi, dalam ilmu psikologi kekerasan saat pacaran disebut juga dengan black dating yang memang cukup banyak terjadi pada remaja. Namun kasus kekerasan dalam hubungan pacaran justru jarang terungkap. Menurut wanita yang biasa disapa Vera ini, salah satu penyebabnya karena si korban merasa malu telah mendapat perlakuan kasar dari kekasihnya.
"Budaya malu. Takut salah, takut malu. Dia malu sudah dianiaya," jelasnya.
Oleh karena itu, penting bagi para wanita untuk berani mengatakan 'stop' dan 'tidak' ketika pertama kali disakiti kekasihnya. Bukan hanya ucapan, tapi juga tindakan dengan cara berani meninggalkannya.